Kisah Misteri Pohon Melati
Coba tebak, menurut anda ini tanaman bunga apa? Betul! Ini bunga melati putih. Tetapi berapa umur tanaman bunga melati ini menurut anda? Setahun, dua tahu, atau...?
Ada sejarah menarik sekaligus sebuah misteri pada bunga melati tersebut. Bunga melati ini ditanam di halaman rumah keluarga mertua di Kudus. Bibit awalnya dari Brebes. Jauh sekali sebelum kami menikah. Saat itu masih kuliah dan pacaran begitu.
Dari hanya sebuah bibit kecil sekarang sudah mempunyai batang dan akar yang besar. Pernah sampai tinggi hingga 3 meteran, dengan rantingnya yang melilit pohon klengkeng disebelahnya. Nah, kejadian mistisnya berawal dari sini.
Mengingat daunnya sudah rimbun, maka adek ipar laki-laki yang nomer dua bermaksud memotongnya agar rapi. Sebut saja namanya Dek Pur. Daun melati itupun dipangkas hingga pendek tetapi tetap berbunga pada waktu-waktu tertentu.
Karena batangnya saat itu masih kecil dan belum terlalu kuat, suatu ketika patah karena kejatuhan ban truk kepunyaaan adek ipar yang nomer 3, dek Heriyanto. 7 hari setelah patahnya pohon melati itu, keluarga sedang mengadakan acara kirim doa 1000 hari meninggalnya Almarhum bapak (mertua), semacam tahlillan begitu.
Pada saat acara tahlilan berlangsung tidak terjadi kejadian apa-apa. Lancar-lancar saja. Para Tetangga yang diundang pun dengan khusuk mengikuti acara ini. Seealah satu jam, Pak kyai menutupnya dengan do'a seterusnya acara santai ngobrol sambil menikmati hidangan ala kadarnya.
Tak sampai 30 menit, akhirnya para tetangga mulai berpamitan satu persatu. Tersisa beberapa orang yang duduk-duduk santai diteras rumah sebelah kiri. Mereka adalah teman-teman sekantor Dek Pur. Kebetulan memang datang untuk ikut serta dalam acara tahlillan tersebut.
Saya bersama adek-adek yang lain merapikan dan membersihkan ruangan yang habis dipakai untuk acara tahlilan tadi. Sepertinya saya mendengar suara memanggil-manggil dari dalam rumah.
"Pur, Pur..." Begitu suara tersebut terdengar agak sayup-sayup. Tapi sepertinya bukan suara ibu yang sedari tadi leyehan dikamar belakang atau suara orang-orang rumah lainya yang aku kenal. Saya mengabaikan suara itu, ah..barangkali suara TV di ruang tengah pikirku. Aku masih repot merapikan tikar, gelas dan piring-piring.
Sejurus kemudian, ibu berdiri dipintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang tengah. Dengan berpakaian daster berwarna ungu, tangan ibu menghalau kelambu pintu dan memanggil sedikit agak keras.
"Pur...." Begitu yang terdengar. Saya kaget kok suara ibu setengah suara laki-laki dan agak parau. Ada yang ganjil pikir saya.
Dek pur yang lagi asik ngobrol dengan teman-temannya akhir menjawab panggilan dan mendatangi ibu yang masih berdiri dipintu tengah.
"Inggih..." Jawab dek Pur sambil berdiri menghampiri ibu
"Diundang bolak-balek kok ora semaur (Dipanggil berulang-ulang kok tidak menjawab)" Kata ibu.
"Mboten mireng, tasih njagongi tamu, mam (Tidak mendengar, masih menemani tamu, mam) " Kata dek Pur.
Saat itu dek Pur masih belum curiga atas keganjilan yang terjadi. Dek pur baru tahu ketika ibu atau siapun yang masuk ketubuh ibu marah-marah gak jelas.
"Ono opo mau kok ramai-ramai, hah! Sopo sing mateni kembang mlati kuwi. Sopo ?(Ada apa ini kok ramai-ramai, siapa yang membunuh bunga melati itu, siapa?)" Katanya sambil menuding-nuding kearah bunga melati yang hanya berjarak 10 meteran dari tempat ibu berdiri.
Dek Pur baru paham kalau ibu sedang mengalami kesurupan. Maka setelah "uluk salam" atau memberi salam, tubuh ibu dibimbing ke kursi yang sudah tertata di ruang tamu sebelah kiri.
"Niki sinten nggih, kok dateng-dateng ngamuk, karepe dos pundi - (ini siapa ya, kok datang-datang marah, maunya gimana)?
"Ora usah ngerti aku kowe, durung wayahe. Sopo sing mateni mlati kuwi-(tidak perlu tahu saya kamu, belum saatnya. Siapa yang membunuh bunga mlati itu)?
"Oh inggih mboten nopo-nopo, kembang mlati punika pejah mboten dipun jarak Ketiban roda ban mobile trukipun adek - (O ya gak apa-apa. Kembang melati tersebut mati tidak disengaja kejatuhan roda ban truknya adek.") Jawab dek Pur.
Saya yang sedari tadi melihat kejadian tersebut geser sedikit minggir menjauh karena takut.
"Sesuk kudu ditandur maneh, ojo nganti mati. Trus, kowe tak dongakno kuat murwat, sugih lan gampang golek sandang pangan. Akeh-akehi dongo karo sholate ojo ditinggalno - (besok harus ditanam lagi, jangan sampai mati. Trus, dirimu (dek pur) saya do'akan bisa berhasil, kaya dan mudah mencari rejeki. Dibanyaki berdo,a dan jangan meninggalkan sholat."). Begitu kata sesuatu yang merasuk ketubuh ibu.
"Wis, dinget-inget omonganku. Aku pamit disik, assalamu'alaimu ! (Sudah, dingingat-ingat saja omongaku, aku pamit duku, assalaumuk'alaikum.") Setelah itu tubuh ibu seperti doyong ke depan kearah pohon melati. Saya spontan sigap memegang tubuh ibu.
Siapakah sosok yang merasuki ibu?
Saya masih inget betul, dulu almarhum ayah mertua saya pernah bilang kalau di bunga mawar itu merupakan pintu gerbang menuju "kerajaan ghaib". Kalau begitu saya yakin sekali berarti yang merasuk ditubuh ibu mertuaku adalah dari golongan Jin Muslim yang entah dimana tempatnya. Bukan dari golongan malaikat atau yang lain.
Terlepas kisah misteri yang terjadi dan menyertainya, pohon melati itu seperti pohon cinta abadi bagi saya, yang mengikat dua keluarga (kudus dan Brebes). Pohon itu sudah berumur 17 tahun hingga saat ini dan masih berbunga pada saat tertentu.
#posted by email via Blackberry
0 komentar: